Minggu, 13 Juni 2010

Filosofi Sang Pecinta Alam. . .


PENCINTA ALAM DAN MAHASISWA PENCINTA ALAM (seri dinamika kepencintaalaman Indonesia)
Oleh : Nevy Jamest

“setiap langkah yang engkau lakukan
sangat tergantung pada langkah terakhir
yang engkau pikirkan”
(Nevy Jamest)

“Pencinta Alam”
kalimat yang kian menguat
dan akhirnya menjadi bagian dari
detak kehidupan masyarakat Indonesia.
Cinta dan Alam; Mudah diingat dan dekat dengan kehidupan.
Komunitas kalimat tersebut umumnya berasal dari segmen masyarakat yang cukup terhormat, Mahasiswa ! . . . . serta mereka yang menghargai kebebasan dalam kehidupan dan tidak sekedar hidup.

Komunitas ini lalu melembagakan kalimat tersebut dengan sebutan mahasiswa pencinta alam atau mpa (tidak sama antara mpa dan mapala).
Komunitas tersebut lalu berusaha tegak berjalan dalam jepitan waktu, pancangkan panji kelembagaan di puncak kehidupan berbangsa yang kian gersang.

Jelang lima dekade terakhir komunitas tersebut masih ada dan tetap seperti itu, wajarlah jika bukan hanya masyarakat yang ajukan sejumlah tanya tetapi ironisnya komunitas tersebut pun sebenarnya tenggelam dalam kebingungan; siapa sebenarnya mereka !

Komunitas ini ada tapi tidak eksis, memiliki waktu tanpa ruang, memiliki ruang tanpa materi, memiliki materi tanpa nilai, dan seterusnya.

“Pencinta Alam”, kalimat tersebut terkesan gampangan untuk dipahami sehingga sangat murah untuk dijadikan tiket legitimasi dalam pergaulan sosial dan politik murahan.

“Pencinta Alam”, mudah diingat sering dilupakan.
“Pencinta Alam”, terlalu dekat untuk dijangkau.

Pertanyaan dasar :
1. Apa yang dimaksud dengan pencinta alam dan mahasiswa pencinta alam ?
2. Bagaimana proses memahami pencinta alam dan bagaimana mahasiswa pencinta alam berproses ?
3. Seperti apa tujuan manfaat pencinta alam dan mahasiswa pencinta alam ?

2 (dua) pendekatan sebagai proses pembelajaran untuk dapat mengerti dan memahami (Insya Allah, menyadari) arti “Pencinta Alam dan Mahasiswa Pencinta Alam”, yakni ;
1. Pendekatan Filosofis (nilai, maknawiah, hati yang berpikir)
2. Pendekatan Historis

Pencinta Alam Pendekatan Filosofis
Sandaran berpikir, sebagai Hukum Dasar bahwa :
“Allah SWT
telah menciptakan
Alam dan Manusia”

Beberapa aspek maknawiah dari kebenaran umum diatas, antara lain :
1. Penegasan eksistensi keilahian Sang Maha Pencipta
2. Yang diciptakan Allah SWT ialah Alam dan Manusia
3. Alam dan Manusia adalah cermin eksistensi keilahian Sang Maha Pencipta
4. Alam dan Manusia menurut pandangan Allah SWT
5. Alam dan Manusia merupakan relasi keterikatan tak terpisahkan
6. Alam dan Manusia; ciptaan yang mengabdi kepada Sang Maha Pencipta
7. Proses interaksi antara Manusia dan Alam senantiasa disandarkan hanya kepada Sang Maha Pencipta – Allah SWT.

Apa yang dimaksud dengan Pencinta Alam
Cerminan interaksi antara Manusia dan Alam inilah yang diejawantahkan dalam suatu kata / kalimat / istilah, yakni : Pencinta Alam.
Secara filosofis, Pencinta Alam hanyalah suatu istilah ekspresif dari hubungan Manusia dan Alam sebagai suatu sistem yang tunduk bersandar kepada Sang Maha Pencipta – Allah SWT.
Operatif, . . . Pencinta Alam merupakan suatu statement (pernyataan sikap) tentang pentingnya suatu kesadaran untuk menjaga keharmonisan hubungan antara Manusia dan Alam yang beralaskan kecintaan.
Aplikatif, . . . Pencinta Alam menjadi suatu konsepsi atau pun metode edukatif yang efektif dalam proses pembelajaran dan peningkatan kualitas diri manusia.
Kekeliruan dalam memahami “Pencinta Alam” selama ini terletak pada analisis gramatikal, yakni : (CINTA = KVKKV, yang identik dengan TINJU = KVKKV; jika diberi awalan akan menjadi PETINJU (orang yang suka, gemar, berprofesi tinju. Hal yang sama, CINTA akan menjadi PECINTA (tanpa huruf N); lalu diterjemahkan sebagai orang yang suka, gemar dan mungkin profesi akan CINTA. Demikian pula dengan; “Pencinta” = subjek, orang yang suka (mencintai) kepada sesuatu; “Alam” = Objek yang disukai (dicintai) ; sehingga “Pencinta Alam dipahami sebagai kumpulan orang – orang yang mencintai alam sebagai objek ; dan dikembangkan menjadi peduli terhadap alam dan lingkungan, dst).
KEKELIRUAN DIATAS ADALAH GAMBARAN ADANYA KEKACAUAN DALAM BERPIKIR ATAU MUNGKIN SEDANG TIDAK BERPIKIR; . . . . . . yang akhirnya bermuara pada anggapan bahwa “Pencinta Alam” merupakan suatu bakat / minat / hobbi / profesi serta terjebak dalam polemik huruf “N” (Pe-N-cinta Alam atau Pecinta Alam), dan kekeliruan itu menjadi sempurna saat sudah tidak mampu membedakan antara “Pencinta Alam” dan “Petualangan”.